1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ruang adalah hasil rekayasa manusia untuk mewadahi berbagai aktivitas dan bentuk kehidupan manusia lainnya, sebaiknya ruang dapat memberikan stimulus bagi perilaku dan kehidupan sosial manusia (Setiawan, 2004). Dari pengertian mengenai ruang tersebut, kita menyadari bahwa ruang sangat mempengaruhi kelangsungan hidup manusia. Oleh sebab itu dalam melakukan perencanaan wilayah dan kota, pemanfaatan dan pengelolaan ruang harus sebijaksana mungkin, sehingga keharmonisan spasial dapat terwujud, guna mendukung proses pembangunan yang berkelanjutan.
Hakekat pembangunan berkelanjutan itu sendiri adalah pembangunan yang memenuhi kebutuhan masa kini tanpa mengurangi kemampuan generasi mendatang yang didalamnya terkandung dua gagasan penting yaitu gagasan “kebutuhan” yaitu kebutuhan esensial untuk memberlanjutkan kehidupan manusia, dan gagasan keterbatasan yang bersumber pada kondisi teknologi dan organisasi sosial terhadap kemampuan lingkungan untuk memenuhi kebutuhan kini dan hari depan. Namun saat ini, kondisi pembangunan yang ada justru menimbulkan transformasi yang progresif hanya pada ekonomi dan perkembangan masyarakat (Purwanto, 2001).
Pembangunan yang berjalan sudah tidak lagi memperhatikan bagaimana menciptakan sebuah kondisi yang berkelanjutan. Pesatnya pembangunan benar-benar menghabiskan ruang di perkotaan sehingga jumlah supply ruang tidak dapat memenuhi demand yang ada, akibatnya pembangunan merambah daerah-daerah yang tidak seharusnya digunakan sebagai areal terbangun seperti wilayah pesisir.
Merambahnya pembangunan ke wilayah pesisir menyebabkan adanya “pemaksaan”, dalam hal ini terkait dengan adanya pemanfaatan ruang yang tidak seharusnya ada tetapi dipaksakan ada, dan akhirnya berdampak pada terganggunya keberlanjutan pembangunan dan timbulnya penyimpangan pemanfaatan ruang.
Indikasi adanya penyimpangan pemanfaatan ruang tersebut sudah terlihat jelas, namun sampai saat ini tidak ada peraturan atau kebijakan yang mengatur tentang pengendalian pemanfaatan ruang pada wilayah pessir, padahal akibat yang dirasakan dari rusaknya wilayah pesisir baik fisik ataupun sumberdayanya sudah cukup jelas.
Pembangunan pada wilayah pesisir dewasa ini sudah tidak terkendali, bahkan tidak ada batasan mengenai zona budidaya dan konservasi sehingga keseimbangan alam menjadi terganggu.
1
2
Dengan terganggunya keseimbangan alam yang terjadi pada wilayah pesisir, beberapa bencana telah terbukti nyata menerpa beberapa daerah di Indonesia yang datangnya dari wilayah pesisir.
Untuk dapat mencegah terjadinya kerusakan habitat pesisir dan kelautan sehingga kecenderungan terjadinya bencana dapat diatasi, maka diperlukan suatu kebijaksanaan dalam pengelolaan, terutama dalam pengendalian pemanfaatan ruang wilayah pesisir.
Kebijaksanaan tersebut dapat dirumuskan dalam sebuh keputusan mengenai penentuan zona kesesuaian pemanfaatan ruang wilayah pesisir. Zona-zona tersebut di buat guna memberikan gambaran mengenai aturan pemanfaatan ruang yang sesuai dan menjaga keseimbangan antara zona konservasi dan budidaya pada wilayah pesisir.
Jadi dengan adanya zonasi yang tepat dalam perencanaan tata ruang pesisir, maka prinsip keberlanjutan dalam pembangunan dan pengembangan wilayah pesisir dapat terealisasikan dan meminimalisasi adanya penyimpangan pemanfaatan ruang. Penyimpangan pemanfaatan ruang pada umumnya merupakan penyimpangan pemanfaatan antara kepentingan konservasi dan kegiatan pembangunan ekonomi di beberapa kawasan pesisir, sehingga berpeluang besar menyebabkan konfik pemanfaatan ruang, terutama untuk daerah yang padat penduduk dan memiliki intensitas pembangunan yang tinggi (Dahuri, 2001: 116).
Untuk mempermudah dalam pengambilan keputusan tersebut maka dijabarkanlah proses penentuan kesesuaian pemanfaatan wilayah pesisir dalam sebuah model pengambilan keputusan dengan SIG (Sistem Informasi Geografis). Disini SIG memiliki posisi sebagai sebuah SPK (Sistem Pendukung Keputusan). Kesesuaian pemanfaatan ruang wilayah pesisir akan ditentukan dengan mengolah kriteria penentuan kesesuaian pemanfaatan ruang wilayah pesisir dalam bentuk sebuah model sebagai penyederhanaan dari kondisi nyata secara spasial, yang akan memberikan gambaran pemanfaatan ruang yang sesuai dengan pengolahan basis data dari studi kasus melalui perangkat komputer.
Model tersebut digunakan dengan tujuan membantu dalam tahap pengambilan keputusan perumusan kebijakan penataan ruang wilayah pesisir karena decision maker sering dihadapkan pada masalah utama yaitu penentuan keputusan strategis yang sulit direalisasikan, sebagai akibat dari persepsi yang heterogen yang sejalan dengan adanya kepentingan masing-masing individu atau kelompok yang terlibat dalam pengambilan kebijakan. (Ramdhani dan Suryadi, 1998: 3).
SIG digunakan sebagai alat untuk melakukan analisis karena dengan SIG visualisasi spasial dalam menentukan kesesuaian pemanfaatan ruang dapat tergambar dengan jelas. Selain itu dengan model basis data yang dikaitkan dengan kesesuaian pemanfaatan ruang, maka dapat dilakukan beberapa analisis untuk mendukung keputusan dalam kebijakan penentuan pemanfaatan ruang wilayah pesisir.
3
Dalam menjabarkan penentuan kesesuaian pemanfaatan ruang wilayah pesisir ke dalam sebuah model, maka dipilih sebuah studi kasus pada wilayah pesisir Kota Semarang. Pesisir Kota Semarang dengan kekayaan sumberdaya berupa hutan mangrove, pantai berpasir, dan jasa lingkungan, mengalami kendala dalam upaya pelestariaanya karena adanya indikasi penyimpangan pemanfaatan ruang yang mengakibatkan adanya konflik pemanfaatan ruang.
Konflik pemanfaatan ruang yang ada adalah terjadinya ketidaksesuaian pemanfaatan ruang antara beberapa aktivitas pemanfatan ruang, yaitu industri, pemukiman, tambak, pertanian, dan konservasi. Pembangunan yang tidak seharusnya ada justru mengarah di sebagian daerah yang seharusnya menjadi daerah konservasi dan perlindungan pantai, namun karena ketersediaan lahan yang kurang untuk pembangunan di pusat kota, maka pembangunan di kota Semarang semakin merambah ke wilayah utara yaitu wilayah pesisir Kota Semarang dan ironisnya hal tersebut dianggap sah-sah saja (Kompas, 2004).
Dewasa ini justru pembangunan pemukiman dan industri semakin marak di wilayah pesisir, padahal dari beberapa pembangunan industri dan pemukiman tersebut terdapat bahaya yang sudah timbul terutama terkait dengan degradasi lingkungan dan rawan bencana seperti daerah Tanah Mas dan sekitarnya, yang sudah terbukti namun tidak disadari dan telah menghilangkan beberapa aktivitas di wilayah pesisir seperti perikanan tambak dan budidaya mangrove.
Hal tersebut tidak akan terjadi apabila dalam melakukan perencanaan pemanfaatan ruang tersebut pemerintah daerah mempertimbangkan beberapa aspek dan variabel perencanaan pemanfaatan ruang wilayah pesisir yang selama ini dikesampingkan, atau lebih parahnya diabaikan. Melalui penelitian SIG sebagai SPK dalam penentuan kesesuaian pemanfaatan ruang ini, diharapkan terdapat pengaturan ruang berdasarkan rekomendasi dari model sistem pengambilan keputusan pemanfaatan ruang tersebut. Sehingga penyimpangan pemanfaatan ruang tidak akan terulang pada perencanaan wilayah pesisir selanjutnya.
1.2 Perumusan Masalah
Sampai saat ini, peraturan perundang-undangan di daerah dan pusat yang didesain khusus untuk pengelolaan wilayah pesisir secara terpadu belum banyak. Di tingkat nasional, saat ini RUU tentang Zona Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu tengah disusun. Meskipun penyusunan naskah akademik RUU ini sudah dimulai pada tahun 2000, akan tetapi RUU tersebut hingga kini masih berada dalam proses pembahasan antardepartemen (Kompas, 2004)
Begitupula pada perencanaan tata ruang wilayah kota Semarang yang tidak menyebutkan secara spesifik mengenai pengelolaan dan pengaturan pemanfaatan ruang wilayah pesisir secara khusus. Perlu kita sadari bahwa pembangunan saat ini semakin merambah ke wilayah pesisir karena jumlah ketersediaan (supply) lahan diperkotaan sudah tidak dapat lagi memenuhi
4
permintaan (demand) yang ada. Namun jumlah penduduk yang tiap tahun terus bertambah membutuhkan adanya ruang yang dialokasikan untuk mereka hidup, sehingga menyebabkan pembangunan bergerak dari pusat kota ke arah wilayah pesisir Kota Semarang. Dengan merambahnya pembangunan ke wilayah pesisir dan tidak adanya pengaturan kesesuaian pemanfaatan ruang yang jelas untuk wilayah pesisir maka banyak terjadi penyimpangan pemanfaatan ruang.
Penyimpangan pemanfaatan ruang yang terjadi mengakibatkan adanya konflik pemanfaatan ruang, disini konflik yang dimaksud adalah pemanfaatan ruang yang tidak sesuai tetapi dipaksakan ada, sehingga menyebabkan terganggunya beberapa aktivitas lain di wilayah pesisir. Pada wilayah pesisir Semarang konflik pemanfaatan ruang tersebut ditandai dengan perubahan penggunaan lahan yaitu berdirinya beberapa bangunan industri dan pemukiman yang tidak memenuhi kriteria yang ada terutama terkait dengan kemampuan dan daya dukung lahannya sehingga menyebabkan terganggunya fungsi perlindungan pada wilayah pesisir Kota Semarang.
Perubahan penggunaan lahan dalam pemanfaatan ruang di wilayah pantai, lahan tambak, rawa dan sawah, yang dulu secara alami dapat menampung pasang air laut telah berubah menjadi lahan pemukiman, kawasan industri, dan pemanfaatan lainnya, dengan cara menguruk tambak, rawa dan sawah, sehingga air pasang laut tidak tertampung lagi. Kemudian bahaya air pasang yang ada, menggenangi kawasan yang lebih rendah lainnya. Dari sekitar 790,5 lahan di Kecamatan Semarang Utara sudah tidak ada lahan tambak, dan dari sekitar 585 Ha lahan total di Kecamatan Semarang Barat hanya terdapat sekitar 126,5 Ha lahan tambak (Pemkot Semarang, 2000).
Selain itu terjadi penurunan muka tanah di kawasan pantai (land subsidence). Penurunan muka tanah pada wilayah pantai Kota Semarang berkisar antara (2 – 25) cm/tahun. Khusus di wilayah Kelurahan Bandarharjo, Tanjung Mas dan sebagian Kelurahan Terboyo Kulon mencapai 20 cm/tahun (Direktorat Geologi Tata Lingkungan,1999). Penurunan permukaan air tanah sebagai akibat dari penggunaan air tanah yang berlebihan, dan recharge air tanah pada kawasan konservasi yang buruk. Pengambilan air tanah Kota Semarang sebesar 35,639 x 106 M3/tahun (Direktorat Geologi dan Tata Lingkungan, 1999).
Hal tersebut diperparah dengan munculnya kerusakan fisik habitat pesisir dan hilangnya fungsi penyangga pada daerah perlindungan pantai menambah kekhawatiran munculnya bencana bertambah besar, sehingga dibutuhkan sebuah solusi untuk mengatasi konflik pemanfaatan ruang yang terjadi dengan sebuah sistem yang dapat mempercepat pengambilan keputusan penentuan pemanfaatan ruang. Dari rumusan permasalahan tersebut dapat diperoleh masalah yang sebenarnya menjadi fokus penelitian seperti pada Gambar 1.1.
5
Perumusan Kebijakan dan pengambilan keputusan pengelolaan wilayah pesisir yang bertele-tele. Dengan heterogenitas kepentingan yang mempersulit pengambilan keputusan
Pembangunan terus berjalan di perkotaan sedangkan jumlah demand ≠ jumlah supply ruang.
Terjadi Konflik Pemanfaatan Ruang Wilayah Pesisir
Kerusakan Fisik Habitat
Degradasi Lingkungan
Dibutuhkan penanganan terhadap konflik pemanfaatan ruang yang terjadi pada wilayah pesisir
Dibutuhkan sebuah solusi praktis untuk membantu mempercepat pengambilan kebijakan penentuan pemanfaatan ruang dengan akurasi dan visualisasi data sebagai bentuk dukungan keputusan
Pembangunan semakin merambah wilayah pesisir
Sumber: Penulis 2007
Gambar 1.1
Kerangka Permasalahan Studi
Melihat permasalahan tersebut maka untuk mengatasinya dibuatlah sebuah solusi praktis, dengan merancang model sistem penentuan kesesuaian pemanfaatan ruang wilayah pesisir yang sesuai dengan daya dukung lingkungan, dengan memanfaatkan sistem informasi geografis sebagai sistem pendukung keputusan. Melalui perancangan model ini diharapkan diperoleh model sistem yang representatif dan dapat berfungsi sebagai pendukung dalam pengambilan keputusan penentuan kesesuaian pemanfaatan ruang wilayah pesisir.
1.3 Tujuan, Sasaran, dan Manfaat Studi
1.3.1 Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah membuat model sistem penentuan pemanfaatan ruang wilayah pesisir dengan Sistem Informasi Geografis sebagai sebuah solusi praktis dalam perencanaan kesesuaian pemanfaatan ruang wilayah. Disini Sistem Informasi Geografis digunakan sebagai sebuah sistem pendukung keputusan yang dapat diaplikasikan untuk mengambil keputusan mengenai alternatif alokasi ruang yang sesuai untuk beberapa aktivitas yang
6
mengalami konflik pemanfaatan ruang yaitu pemukiman, pertanian, tambak, industri, dan konservasi.
1.3.2 Sasaran
Untuk mencapai tujuan tersebut ada beberapa sasaran yang akan dilakukan, antara lain;
Studi mengenai permodelan SIG sebagai SPK¸ serta bagaimana proses penentuan kesesuaian pemanfaatan ruang dalam kondisi nyata secara konvensional sebelum dibuat permodelan.
Identifikasi variabel-variabel pendukung perumusan model
Merancang model sistem pengambilan keputusan penentuan kesesuaian pemanfaatan ruang wilayah pesisir dengan SIG.
Identifikasi kondisi eksisting wilayah studi guna mengetahui dan menganalisis permasalahan secara mendalam.
Melakukan aplikasi model pengambilan keputusan penentuan kesesuaian pemanfaatan ruang wilayah pesisir dengan aplikasi simulasi pada wilayah studi sebagai langkah analisis. Langkah analisis yang dilakukan melalui aplikasi ini antara lain;
o Analisis karakteristik biogeofisik wilayah pesisir yang selanjutnya diikuti dengan proses mapping dan atributisasi dengan teknik skoring sederhana.
o Analisis kriteria untuk tiap aktivitas pembangunan dimana aktivitas yang dikaji meliputi aktivitas yang dominan berada di pesisir Kota Semarang, seperti industri, perikanan, pertanian, pemukiman, konservasi, dan perlindungan pantai. Selanjutnya disertai juga dengan proses mapping dan atributisasi dengan skoring dan pengkelasan sederhana.
o Analisis overlay dari tiap variabel untuk memperoleh pendukung keputusan penentuan tata ruang final.
o Analisis map query, untuk melakukan pencarian pemanfaatan ruang yang sesuai melalui sistem yang telah dirancang.
Validasi model dengan membandingkan antara pemanfaatan ruang hasil dari aplikasi model, dengan rencana tata ruang yang ada.
Perumusan rekomendasi dari temuan studi.
1.3.3 Manfaat Studi
1. Manfaat Bagi Ilmu Perencanaan Wilayah dan Kota
Manfaat studi yang dalam ilmu perencanaan wilayah dan kota adalah pada pemanfaatan aplikasi dari SIG sebagai SPK dalam mendukung perencanaan tata ruang. Hal ini terkait dengan beberapa produk SPK yang hanya untuk memberikan solusi pada kegiatan yang lebih bersifat ekonomi dan kegiatan perbankan dengan hasil akhir berupa manajemen produk ataupun keuangan
7
dalam sebuah perusahaan. Dengan studi ini maka akan diperoleh gambaran bahwa sistem pengambilan keputusan juga dapat di diaplikasikan dari perangkat lunak SIG yang dapat melakukan analisis spasial sehingga dapat membantu dalam perencanaan tata ruang.
2. Manfaat Praktis
Secara praktis tentunya studi ini sangat bermanfaaat terutama bagi stakeholder terkait dengan pengelolaan dan pemanfaatan ruang wilayah pesisir antara lain;
a. Bagi pemerintah sebagai perencana dan pengambil kebijakan :
- Hasil dari model dapat di jadikan pertimbangan pengambilan kebijakan karena bersifat konkrit melalui visualisasi yang cukup mudah dimengerti.
- Dapat melakukan evaluasi pemanfaatan ruang secara terstruktur dengan mengkaji keterkaitan variabel dan pengaruhnya terhadap pemanfaatan ruang.
b. Bagi Masyarakat:
- Membantu masyarakat dalam memahami tentang kesesuaian pemanfaatan lahan karena visualisasi dari model ini lebih interaktif dan informatif.
- Memberikan kemudahan mendapatkan informasi mengenai penataan ruang bagi masyarakat awam.
1.4 Ruang Lingkup
1.4.1 Ruang Lingkup Wilayah
Ruang lingkup wilayah pada penelitian ini yaitu wilayah pesisir Kota Semarang, meliputi tujuh belas kelurahan dari enam kecamatan yaitu Kecamatan Tugu, Semarang Barat, Semarang Utara, Gayamsari, Semarang Timur, Genuk. Selanjutnya wilayah studi dapat dilihat pada Gambar 1.2.
1.4. 2 Ruang Lingkup Substansi
Ruang lingkup penelitian ini tertuju pada perumusan model pengambilan keputusan penentuan kesesuaian pemanfaatan ruang wilayah pesisir dengan SIG. Hasil akhir yang diharapkan adalah model system perangkat lunak yang dapat berfungsi sebagai sistem pendukung keputusan dalam memberikan alokasi ruang yang sesuai untuk aktivitas pemanfaatan ruang yang mengalami konflik pemanfaatan ruang, karena terjadi beberapa penyimpangan pemanfaatan ruang yaitu antara pemukiman, industri, pertanian, tambak, dan konservasi.
8
8
Sumber: UDMIS Kota Semarang 2001
Gambar 1.2
Peta Administrasi Wilayah Pesisir Kota Semarang
41
1.5 Keaslian Penelitian
Dalam penelitian ini ide dan proses pemikiran tidak lepas dari penelitian sebelumnya sebagai acuan ataupun perbandingan. Pada penelitian sebelumnya terdapat materi yang hampir sama dengan penelitian ini. Perbedaan yang ada terletak dari fungsi model dan tujuan model yang dibuat. Terkait dengan objek yang dikaji model ini diterapkan untuk dapat merepresentasikan penentuan kesesuaian pemanfaatan ruang pesisir. Untuk lebih jelas dapt dilihat perbandingan penelitian terdahulu pada Tabel I.1
TABEL I.1
PERBANDINGAN PENELITIAN TERDAHULU
Peneliti
Judul Penelitian dan Lokasi
Tahun
Tujuan Penelitian
Metodologi / Alat Analisis
Hasil Studi
Probo Rahardianto
Evaluasi Pelayanan dan Penentuan Lokasi Optimum Stasiun Ambulance dengan SIG, Kota Semarang
2005
Membuat Model jaringan jalan guna penempataan lokasi stasiun ambulan yang dapat merespon kecelakaan dalam waktu 8 menit
Metode analisis Permodelan jaringan jalan, rute terpendek, dan kesesuaian lokasi dengan Analisis overlay GIS
Penambahan stasiun ambulan pada beberapa titik rawan kecelakaan, serta pada beberapa wilayah pinggiran kota Semarang
Eniro Athiyyah
Model Penentuan Lokasi Permukiman Pinggiran dengan SIG; Kecamatan Tembalang
1999
Menentukan Lokasi Permukiman pada daerah pinggiran Kota Semarang berdasarkan preferensi konsumen, pengembang, dan kebijakan.
Metode analisis permodelan dengan Kesesuaian spasial overlay dan map distance, dengan pendekatan kuantitatif
Lokasi-lokasi yang sesuai untuk pengembangan permukiman di kawasan pinggiran Kota Semarang.
Sumber: Penulis 2007
42
1.6 Posisi Penelitian dalam Perencanaan Wilayah dan Kota
Ilmu perencanaan wilayah dan kota merupakan ilmu yang terkait dengan perencanan wilayah, perancangan kota, dan pengendalian pemanfaatan ruang. Terkait dengan tiga hal tersebut dilakukanlah penelitian terhadap pengendalian pemanfaatan ruang dengan objek studi ruang wilayah pesisir. Konteks yang diambil terbatas hanya pada proses menciptakan sebuah model penentuan kesesuaian pemanfaatan ruang berbasis sistem informasi geografis yang dapat dijadikan acuan dalam pengambilan keputusan dalam pengendalian pemanfaatan ruang. Karena kebijakan yang selama ini diambil masih bersifat parsial dan menimbulkan banyak penyimpangan dalam pemanfaatan ruang yang mengakibatkan konflik pemanfaatan ruang, serta menimbulkan banyak dampak terutama dari segi kerusakan fisik dan keberlanjutan lingkungan sekitarnya. Berikut posisi penelitian dalam lingkup perencanaan wilayah dan kota (Gambar 1.3).
Sumber: Penulis 2007
Perencanaan Wilayah
Perancangan Kota
Pengendalian Pemanfaatan Ruang
Wilayah Pesisir Sbg Obj,Studi
Penyusunan Model Pendukung Keputusan Berbasis SIG
Rekomendasi Pemanfaatan ruang
Rumusan Kebijakan Penanganan Konflik Pemanfataan Ruang
Ilmu Perencanaan Wilayah dan kota
Gambar 1.3
Posisi Penelitian Dalam Lingkup Perencanaan Wilayah Dan Kota
43
1.7 Kerangka Pikir
Latar Belakang & Permasalahan
Teori Pendukung
Analisis
Keluaran
BAB I
BAB II
BAB III
BAB IV
BAB V
Sumber: Penulis 2007
Gambar 1.4
• Kebijakan yang tidak jelas.
• Merambahnya Pembangunan Ke Pesisir
• Demand lahan ≠ supply lahan..
• Penyimpangan Pemanfaatan ruang.
• Dibutuhkan pendukung keputusan dalam perumusan pengaturan tata ruang pesisir.
Perlunya Pengaturan pemanfaatan ruang yang lebih operasional dengan rmodel SIG
• Teori Permodelan.
• Teori Proses Penentuan Pemanfaatan ruang.
• Teori Kesesuaian Pemanfaatan Ruang
• Teori Penataan Ruang Wilayah Pesisir.
• Kajian SIG dalam konteks penataan spasial
• Kajian Operasional SIG sebagai SPK.
Kesesuian model terhadap wilayah studi terpilih
Tinjauan Umum Wilayah Studi
Tinjauan Kebijakan Penataan Ruang Wilayah Studi
Tinjauan Karakteristik Pemanfaatan ruang wilayah studi
Aplikasi Model Terhadap Wilayah Studi
Data Input
• Analisis Karakteristik.
• Analisis Kriteria..
• Analisis demand & supply ruang.
Data-data normatif, standar, Skoring dan reclass
Perbandingan Hasil Model dengan Rencana Tata Ruang
Penilaian Model terhadap kesesuaian penataan ruang
Rekomendasi pemanfaatan ruang wilayah pesisir
Pembentukan
Model
Kerangka Pikir Studi
44
1. 8 Metode Penelitian
1.8.1 Pendekatan Penelitian
Penelitian ini menggunakan konsep pendekatan permodelan. Pendekatan permodelan merupakan penanganan masalah perencanaan dengan merepresentasikan kondisi sebenarnya, atau dengan kata lain model merupakan representasi dari suatu sistem nyata, atau juga disebut penyederhanaan dari gambaran sistem yang nyata. Adapun sistem nyata, merupakan sistem yang sedang berlangsung dalam kehidupan atau sistem yang dijadikan titik perhatian permasalahan (Ramdhani dan Suryadi, 1998: 82).
Jadi dalam penelitian ini, untuk dapat mengatasi permasalahan dalam penyimpangan pemanfaatan ruang yang ada dilakukan penyederhanaan suatu kegiatan penentuan kesesuaian pemanfaatan ruang wilayah pesisir. Penyederhanaan tersebut dibentuk dalam sebuah model yang berfungsi sebagai pendukung dalam pengambilan keputusan penentuan pemanfaatan ruang dengan Sistem Informasi Geografis. Sehingga melalui pengembangan model tersebut, akan diperoleh gambaran pemanfaatan ruang yang memperhatikan kesesuaian lahannya dan dapat dijadikan sebagai pendukung keputusan perumusan kebijakan tata ruang wilayah pesisir.
1.8.2 Variabel Penelitian
Penelitian mengenai model penentuan pemanfaatan ruang wilayah pesisir ini menggunakan empat variabel baik dalam proses analisis ataupun pada proses permodelan. Adapun variabel utama yang dikaji tersebut antara lain,
Karakteristik biogeofisik wilayah pesisir,
Kelas kesesuaian pembangunan wilayah pesisir.
Kriteria untuk masing-masing aktivitas pembangunan,
Peruntukan wilayah pesisir dalam rencana
Karakteristik biogeofisik adalah segala sesuatu tentang kondisi fisik pesisir antara lain menyangkut prasyarat pembangunan wilayah pesisir. Karakteristik ini meliputi keadaan topografi, jenis tanah, curah hujan, kedalaman efektif tanah, dsb. Sedangkan untuk menentukan aktivitas pembangunan yang tepat untuk wilayah pesisir dilihatlah kriteria untuk masing-masing aktivitas pembangunan seperti industri, pertanian, pemukiman, tambak, dan konservasi.
1.8.3 Alat Analisis
Alat analisis yang digunakan untuk menunjang metode dalam penelitian ini adalah analisis overlay. Overlay adalah proses tumpang susun peta yang memuat beberapa informasi serta variabel terkait dengan pemanfaatan ruang (Dahuri, 2001: 164). Dengan proses overlay menggunakan SIG ini akan diperoleh kesesuaian pemanfaatan ruang dengan skor tertentu. Hal tersebut akan mempermudah pencarian ruang dengan sistem map query yaitu hanya dengan
45
memasukan kriteria yang diinginkan untuk suatu jenis pemanfaatan ruang, maka secara otomatis ruang yang diinginkan akan ditandai oleh perangkat lunak SIG tersebut melalui visualisasi peta..
Untuk model overlay peta pada penelitian ini, keakuratan dan pola data yang digunakan diukur dengan menggunakan teknik skoring sederhana dengan ketentuan skor diperoleh dari penelitian sebelumnya.
Topografi
Gunatanah
Utiliti
Jenis Tanah
Jalanraya
Daerah
Lot tanah
Sumber : Malaysia GIS, 2000
Gambar 1.5
Analisis Spasial “Overlay”SIG Dari 7 Layer Basis Data
1.8.4 Data Yang digunakan
Penelitian ini menggunakan data primer dan sekunder, adapun teknik pengumpulan dan penyajian masing-masing jenis data adalah sebagai berikut.
A. Pengumpulan Data Primer
Merupakan suatu proses pengambilan data secara langsung di lapangan untuk mengetahui fakta atau kondisi aktual di wilayah studi. Survei data primer tersebut dilakukan dengan :
Observasi
Berupa pengamatan yang langsung dilakukan di wilayah studi. Pengamatan tersebut dilakukan untuk mengetahui fenomena visual yang ada, meliputi pemanfaatan ruang wilayah pesisir, aktivitas penduduknya, serta penyimpangan pemanfaatan ruang yang terjadi.
Foto
Model visual berupa foto ini diperlukan untuk memperkuat fakta yang ada mengenai karakteristik Wilayah Pesisir Kota Semarang.
Sketsa kawasan/peta
Sketsa kawasan diperlukan untuk menggambarkan Kesesuaian pemanfaatan ruang dan menunjukkan adanya penyimpangan pemanfaatan ruang.
46
B. Pengumpulan Data Sekunder
Untuk data sekunder diperoleh melalui survei institusioanal dan studi pustaka.
Survei Institusional
Survei institusional dilakukan dengan mengadakan kunjungan untuk memperoleh data ke instansi yang berhubungan dengan data yang dibutuhkan, adapun instansi yang di tuju antara lain Bappeda (Kota dan Propinsi), Dinas Perikanan dan Kelautan, Ditjen Geologi dan Tata Lingkungan, BPN, Desperindag, BPS, Kantor Kecamatan, dan Kantor Kelurahan setempat.
Studi Literatur
Studi literatur atau studi pustaka yang dilakukan berkaitan dengan konsep permodelan penentuan pemanfaatan ruang dengan sistem informasi geografis, konsep analisis spasial sistem informasi geografis, dan konsep pengelolaan wilayah pesisir. Kajian dapat dilakukan melalui buku-buku terkait, jurnal, artikel-artikel ataupun penelusuran melalui internet, sehingga peneliti memperoleh materi pembahasan yang lebih luas.
1.9 Kelemahan Penelitian
Penelitian tugas akhir model penentuan kesesuaian pemanfaatan ruang wilayah pesisir ini terdapat kelemahan yaitu pada variabel yang digunakan serta jenis pemanfaatan ruang yang pencariannya difasilitasi oleh sistem. Dalam tugas akhir ini variabel yang digunakan adalah variabel yang ditelaah dari studi literatur dan penelitian yang ada sebelumnya mengenai karakteristik wilayah pesisir di Indonesia. Jadi apabila dalam perkembangannya terdapat variabel lain yang mempengaruhi penentuan pemanfaatan ruang wilayah pesisir ini maka akan dilakukan tinjauan ulang sebagai penyempurnaan dari model yang didesain.
Selanjutnya untuk jenis pemanfaatan ruang pada penelitian ini hanya melihat pemanfaatan ruang yang mengalami konflik, dari beberapa pemanfaatan ruang yang ada, seperti pemukiman, industri, tambak, konservasi, dan pertanian. Dalam pemanfaatan ruang tidak tertutup kemungkinan ada beberapa daerah yang memiliki fungsi khusus seperti pertahanan dan keamanan, wisata, militer, sehingga untuk wilayah studi yang memiliki pemanfaatan ruang yang sifatnya khusus dapat menjadi masukan bagi penyempurnaan model.
Dalam proses skoring, skor yang ada adalah skor yang dibangun dengan mengadopsi penelitian tentang kesesuaian yang sudah ada, namun belum dilakukan validasi secara mutlak. Walaupun demikian justifikasi yang ada tetap didasarkan pada pengaruh dari tiap variabel terhadap proses penentuan kesesuaian pemanfaatan ruang.
Model yang dikembangkan ini akan terbatas pada penentuan kesesuaian pemanfaatan ruang dari sisi kelayakan dan kesesuaian lahan. Model ini tidak mengakomodasikan kepentingan
47
politik, sosial dan budaya yang membutuhkan penanganan khusus dan dapat dikerjakan di luar sistem ini (oleh sistem lain).
1. 10 Sistematika Penulisan
Sistematika penyusunan Tugas Akhir model penentuan kesesuaian pemanfaatan ruang wilayah pesisir dengan sistem informasi geografis adalah sebagai berikut;
BAB I : PENDAHULUAN
Menguraikan Latar Belakang Studi, Perumusan Masalah, Tujuan dan Sasaran Studi, Ruang Lingkup, Keaslian Penelitian, Posisi dalam Ilmu PWK, Kerangka Pikir, Metode, Kelemahan Penelitian, dan sistematika Penyusunan dari studi Sistem Informasi Geografis (SIG) sebagai sistem pendukung keputusan (SPK) dalam penentuan pemanfaatan ruang wilayah pesisir.
BAB II : MODEL PENENTUAN KESESUAIAN PEMANFAATAN RUANG WILAYAH PESISIR DENGAN SIG DALAM PERSPEKTIF TEORI
Berisi kajian literatur tinjauan teoritis yang berisi bagaimana bentuk keterkaitan dan operasional dari model SIG sebagai SPK dalam penataan ruang wilayah pesisir.
.BAB III : TINJAUAN PEMANFAATAN RUANG WILAYAH PESISIR KOTA SEMARANG.
Berisi uraian singkat mengenai kondisi wilayah studi, karakteristik fisik, dan rencana tata ruang yang saat ini berlaku di wilayah studi.
BAB IV :ANALISIS MODEL PENENTUAN KESESUAIAN PEMANFAATAN RUANG WILAYAH PESISIR DENGAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS
Berisi uraian analisis permodelan mulai dari proses sampai hasil yang diperoleh dari permodelan yang dilakukan dalam penentuan pemanfaatan ruang wilayah pesisir dan perbandingan dari hasil permodelan dengan rencana tata ruang yang ada.
BAB V : PENUTUP
Berisi kesimpulan dan rekomendasi untuk penelitian selanjutnya yang berawal dari temuan studi yang telah dilakukan.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ruang adalah hasil rekayasa manusia untuk mewadahi berbagai aktivitas dan bentuk kehidupan manusia lainnya, sebaiknya ruang dapat memberikan stimulus bagi perilaku dan kehidupan sosial manusia (Setiawan, 2004). Dari pengertian mengenai ruang tersebut, kita menyadari bahwa ruang sangat mempengaruhi kelangsungan hidup manusia. Oleh sebab itu dalam melakukan perencanaan wilayah dan kota, pemanfaatan dan pengelolaan ruang harus sebijaksana mungkin, sehingga keharmonisan spasial dapat terwujud, guna mendukung proses pembangunan yang berkelanjutan.
Hakekat pembangunan berkelanjutan itu sendiri adalah pembangunan yang memenuhi kebutuhan masa kini tanpa mengurangi kemampuan generasi mendatang yang didalamnya terkandung dua gagasan penting yaitu gagasan “kebutuhan” yaitu kebutuhan esensial untuk memberlanjutkan kehidupan manusia, dan gagasan keterbatasan yang bersumber pada kondisi teknologi dan organisasi sosial terhadap kemampuan lingkungan untuk memenuhi kebutuhan kini dan hari depan. Namun saat ini, kondisi pembangunan yang ada justru menimbulkan transformasi yang progresif hanya pada ekonomi dan perkembangan masyarakat (Purwanto, 2001).
Pembangunan yang berjalan sudah tidak lagi memperhatikan bagaimana menciptakan sebuah kondisi yang berkelanjutan. Pesatnya pembangunan benar-benar menghabiskan ruang di perkotaan sehingga jumlah supply ruang tidak dapat memenuhi demand yang ada, akibatnya pembangunan merambah daerah-daerah yang tidak seharusnya digunakan sebagai areal terbangun seperti wilayah pesisir.
Merambahnya pembangunan ke wilayah pesisir menyebabkan adanya “pemaksaan”, dalam hal ini terkait dengan adanya pemanfaatan ruang yang tidak seharusnya ada tetapi dipaksakan ada, dan akhirnya berdampak pada terganggunya keberlanjutan pembangunan dan timbulnya penyimpangan pemanfaatan ruang.
Indikasi adanya penyimpangan pemanfaatan ruang tersebut sudah terlihat jelas, namun sampai saat ini tidak ada peraturan atau kebijakan yang mengatur tentang pengendalian pemanfaatan ruang pada wilayah pessir, padahal akibat yang dirasakan dari rusaknya wilayah pesisir baik fisik ataupun sumberdayanya sudah cukup jelas.
Pembangunan pada wilayah pesisir dewasa ini sudah tidak terkendali, bahkan tidak ada batasan mengenai zona budidaya dan konservasi sehingga keseimbangan alam menjadi terganggu.
1
2
Dengan terganggunya keseimbangan alam yang terjadi pada wilayah pesisir, beberapa bencana telah terbukti nyata menerpa beberapa daerah di Indonesia yang datangnya dari wilayah pesisir.
Untuk dapat mencegah terjadinya kerusakan habitat pesisir dan kelautan sehingga kecenderungan terjadinya bencana dapat diatasi, maka diperlukan suatu kebijaksanaan dalam pengelolaan, terutama dalam pengendalian pemanfaatan ruang wilayah pesisir.
Kebijaksanaan tersebut dapat dirumuskan dalam sebuh keputusan mengenai penentuan zona kesesuaian pemanfaatan ruang wilayah pesisir. Zona-zona tersebut di buat guna memberikan gambaran mengenai aturan pemanfaatan ruang yang sesuai dan menjaga keseimbangan antara zona konservasi dan budidaya pada wilayah pesisir.
Jadi dengan adanya zonasi yang tepat dalam perencanaan tata ruang pesisir, maka prinsip keberlanjutan dalam pembangunan dan pengembangan wilayah pesisir dapat terealisasikan dan meminimalisasi adanya penyimpangan pemanfaatan ruang. Penyimpangan pemanfaatan ruang pada umumnya merupakan penyimpangan pemanfaatan antara kepentingan konservasi dan kegiatan pembangunan ekonomi di beberapa kawasan pesisir, sehingga berpeluang besar menyebabkan konfik pemanfaatan ruang, terutama untuk daerah yang padat penduduk dan memiliki intensitas pembangunan yang tinggi (Dahuri, 2001: 116).
Untuk mempermudah dalam pengambilan keputusan tersebut maka dijabarkanlah proses penentuan kesesuaian pemanfaatan wilayah pesisir dalam sebuah model pengambilan keputusan dengan SIG (Sistem Informasi Geografis). Disini SIG memiliki posisi sebagai sebuah SPK (Sistem Pendukung Keputusan). Kesesuaian pemanfaatan ruang wilayah pesisir akan ditentukan dengan mengolah kriteria penentuan kesesuaian pemanfaatan ruang wilayah pesisir dalam bentuk sebuah model sebagai penyederhanaan dari kondisi nyata secara spasial, yang akan memberikan gambaran pemanfaatan ruang yang sesuai dengan pengolahan basis data dari studi kasus melalui perangkat komputer.
Model tersebut digunakan dengan tujuan membantu dalam tahap pengambilan keputusan perumusan kebijakan penataan ruang wilayah pesisir karena decision maker sering dihadapkan pada masalah utama yaitu penentuan keputusan strategis yang sulit direalisasikan, sebagai akibat dari persepsi yang heterogen yang sejalan dengan adanya kepentingan masing-masing individu atau kelompok yang terlibat dalam pengambilan kebijakan. (Ramdhani dan Suryadi, 1998: 3).
SIG digunakan sebagai alat untuk melakukan analisis karena dengan SIG visualisasi spasial dalam menentukan kesesuaian pemanfaatan ruang dapat tergambar dengan jelas. Selain itu dengan model basis data yang dikaitkan dengan kesesuaian pemanfaatan ruang, maka dapat dilakukan beberapa analisis untuk mendukung keputusan dalam kebijakan penentuan pemanfaatan ruang wilayah pesisir.
3
Dalam menjabarkan penentuan kesesuaian pemanfaatan ruang wilayah pesisir ke dalam sebuah model, maka dipilih sebuah studi kasus pada wilayah pesisir Kota Semarang. Pesisir Kota Semarang dengan kekayaan sumberdaya berupa hutan mangrove, pantai berpasir, dan jasa lingkungan, mengalami kendala dalam upaya pelestariaanya karena adanya indikasi penyimpangan pemanfaatan ruang yang mengakibatkan adanya konflik pemanfaatan ruang.
Konflik pemanfaatan ruang yang ada adalah terjadinya ketidaksesuaian pemanfaatan ruang antara beberapa aktivitas pemanfatan ruang, yaitu industri, pemukiman, tambak, pertanian, dan konservasi. Pembangunan yang tidak seharusnya ada justru mengarah di sebagian daerah yang seharusnya menjadi daerah konservasi dan perlindungan pantai, namun karena ketersediaan lahan yang kurang untuk pembangunan di pusat kota, maka pembangunan di kota Semarang semakin merambah ke wilayah utara yaitu wilayah pesisir Kota Semarang dan ironisnya hal tersebut dianggap sah-sah saja (Kompas, 2004).
Dewasa ini justru pembangunan pemukiman dan industri semakin marak di wilayah pesisir, padahal dari beberapa pembangunan industri dan pemukiman tersebut terdapat bahaya yang sudah timbul terutama terkait dengan degradasi lingkungan dan rawan bencana seperti daerah Tanah Mas dan sekitarnya, yang sudah terbukti namun tidak disadari dan telah menghilangkan beberapa aktivitas di wilayah pesisir seperti perikanan tambak dan budidaya mangrove.
Hal tersebut tidak akan terjadi apabila dalam melakukan perencanaan pemanfaatan ruang tersebut pemerintah daerah mempertimbangkan beberapa aspek dan variabel perencanaan pemanfaatan ruang wilayah pesisir yang selama ini dikesampingkan, atau lebih parahnya diabaikan. Melalui penelitian SIG sebagai SPK dalam penentuan kesesuaian pemanfaatan ruang ini, diharapkan terdapat pengaturan ruang berdasarkan rekomendasi dari model sistem pengambilan keputusan pemanfaatan ruang tersebut. Sehingga penyimpangan pemanfaatan ruang tidak akan terulang pada perencanaan wilayah pesisir selanjutnya.
1.2 Perumusan Masalah
Sampai saat ini, peraturan perundang-undangan di daerah dan pusat yang didesain khusus untuk pengelolaan wilayah pesisir secara terpadu belum banyak. Di tingkat nasional, saat ini RUU tentang Zona Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu tengah disusun. Meskipun penyusunan naskah akademik RUU ini sudah dimulai pada tahun 2000, akan tetapi RUU tersebut hingga kini masih berada dalam proses pembahasan antardepartemen (Kompas, 2004)
Begitupula pada perencanaan tata ruang wilayah kota Semarang yang tidak menyebutkan secara spesifik mengenai pengelolaan dan pengaturan pemanfaatan ruang wilayah pesisir secara khusus. Perlu kita sadari bahwa pembangunan saat ini semakin merambah ke wilayah pesisir karena jumlah ketersediaan (supply) lahan diperkotaan sudah tidak dapat lagi memenuhi
4
permintaan (demand) yang ada. Namun jumlah penduduk yang tiap tahun terus bertambah membutuhkan adanya ruang yang dialokasikan untuk mereka hidup, sehingga menyebabkan pembangunan bergerak dari pusat kota ke arah wilayah pesisir Kota Semarang. Dengan merambahnya pembangunan ke wilayah pesisir dan tidak adanya pengaturan kesesuaian pemanfaatan ruang yang jelas untuk wilayah pesisir maka banyak terjadi penyimpangan pemanfaatan ruang.
Penyimpangan pemanfaatan ruang yang terjadi mengakibatkan adanya konflik pemanfaatan ruang, disini konflik yang dimaksud adalah pemanfaatan ruang yang tidak sesuai tetapi dipaksakan ada, sehingga menyebabkan terganggunya beberapa aktivitas lain di wilayah pesisir. Pada wilayah pesisir Semarang konflik pemanfaatan ruang tersebut ditandai dengan perubahan penggunaan lahan yaitu berdirinya beberapa bangunan industri dan pemukiman yang tidak memenuhi kriteria yang ada terutama terkait dengan kemampuan dan daya dukung lahannya sehingga menyebabkan terganggunya fungsi perlindungan pada wilayah pesisir Kota Semarang.
Perubahan penggunaan lahan dalam pemanfaatan ruang di wilayah pantai, lahan tambak, rawa dan sawah, yang dulu secara alami dapat menampung pasang air laut telah berubah menjadi lahan pemukiman, kawasan industri, dan pemanfaatan lainnya, dengan cara menguruk tambak, rawa dan sawah, sehingga air pasang laut tidak tertampung lagi. Kemudian bahaya air pasang yang ada, menggenangi kawasan yang lebih rendah lainnya. Dari sekitar 790,5 lahan di Kecamatan Semarang Utara sudah tidak ada lahan tambak, dan dari sekitar 585 Ha lahan total di Kecamatan Semarang Barat hanya terdapat sekitar 126,5 Ha lahan tambak (Pemkot Semarang, 2000).
Selain itu terjadi penurunan muka tanah di kawasan pantai (land subsidence). Penurunan muka tanah pada wilayah pantai Kota Semarang berkisar antara (2 – 25) cm/tahun. Khusus di wilayah Kelurahan Bandarharjo, Tanjung Mas dan sebagian Kelurahan Terboyo Kulon mencapai 20 cm/tahun (Direktorat Geologi Tata Lingkungan,1999). Penurunan permukaan air tanah sebagai akibat dari penggunaan air tanah yang berlebihan, dan recharge air tanah pada kawasan konservasi yang buruk. Pengambilan air tanah Kota Semarang sebesar 35,639 x 106 M3/tahun (Direktorat Geologi dan Tata Lingkungan, 1999).
Hal tersebut diperparah dengan munculnya kerusakan fisik habitat pesisir dan hilangnya fungsi penyangga pada daerah perlindungan pantai menambah kekhawatiran munculnya bencana bertambah besar, sehingga dibutuhkan sebuah solusi untuk mengatasi konflik pemanfaatan ruang yang terjadi dengan sebuah sistem yang dapat mempercepat pengambilan keputusan penentuan pemanfaatan ruang. Dari rumusan permasalahan tersebut dapat diperoleh masalah yang sebenarnya menjadi fokus penelitian seperti pada Gambar 1.1.
5
Perumusan Kebijakan dan pengambilan keputusan pengelolaan wilayah pesisir yang bertele-tele. Dengan heterogenitas kepentingan yang mempersulit pengambilan keputusan
Pembangunan terus berjalan di perkotaan sedangkan jumlah demand ≠ jumlah supply ruang.
Terjadi Konflik Pemanfaatan Ruang Wilayah Pesisir
Kerusakan Fisik Habitat
Degradasi Lingkungan
Dibutuhkan penanganan terhadap konflik pemanfaatan ruang yang terjadi pada wilayah pesisir
Dibutuhkan sebuah solusi praktis untuk membantu mempercepat pengambilan kebijakan penentuan pemanfaatan ruang dengan akurasi dan visualisasi data sebagai bentuk dukungan keputusan
Pembangunan semakin merambah wilayah pesisir
Sumber: Penulis 2007
Gambar 1.1
Kerangka Permasalahan Studi
Melihat permasalahan tersebut maka untuk mengatasinya dibuatlah sebuah solusi praktis, dengan merancang model sistem penentuan kesesuaian pemanfaatan ruang wilayah pesisir yang sesuai dengan daya dukung lingkungan, dengan memanfaatkan sistem informasi geografis sebagai sistem pendukung keputusan. Melalui perancangan model ini diharapkan diperoleh model sistem yang representatif dan dapat berfungsi sebagai pendukung dalam pengambilan keputusan penentuan kesesuaian pemanfaatan ruang wilayah pesisir.
1.3 Tujuan, Sasaran, dan Manfaat Studi
1.3.1 Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah membuat model sistem penentuan pemanfaatan ruang wilayah pesisir dengan Sistem Informasi Geografis sebagai sebuah solusi praktis dalam perencanaan kesesuaian pemanfaatan ruang wilayah. Disini Sistem Informasi Geografis digunakan sebagai sebuah sistem pendukung keputusan yang dapat diaplikasikan untuk mengambil keputusan mengenai alternatif alokasi ruang yang sesuai untuk beberapa aktivitas yang
6
mengalami konflik pemanfaatan ruang yaitu pemukiman, pertanian, tambak, industri, dan konservasi.
1.3.2 Sasaran
Untuk mencapai tujuan tersebut ada beberapa sasaran yang akan dilakukan, antara lain;
Studi mengenai permodelan SIG sebagai SPK¸ serta bagaimana proses penentuan kesesuaian pemanfaatan ruang dalam kondisi nyata secara konvensional sebelum dibuat permodelan.
Identifikasi variabel-variabel pendukung perumusan model
Merancang model sistem pengambilan keputusan penentuan kesesuaian pemanfaatan ruang wilayah pesisir dengan SIG.
Identifikasi kondisi eksisting wilayah studi guna mengetahui dan menganalisis permasalahan secara mendalam.
Melakukan aplikasi model pengambilan keputusan penentuan kesesuaian pemanfaatan ruang wilayah pesisir dengan aplikasi simulasi pada wilayah studi sebagai langkah analisis. Langkah analisis yang dilakukan melalui aplikasi ini antara lain;
o Analisis karakteristik biogeofisik wilayah pesisir yang selanjutnya diikuti dengan proses mapping dan atributisasi dengan teknik skoring sederhana.
o Analisis kriteria untuk tiap aktivitas pembangunan dimana aktivitas yang dikaji meliputi aktivitas yang dominan berada di pesisir Kota Semarang, seperti industri, perikanan, pertanian, pemukiman, konservasi, dan perlindungan pantai. Selanjutnya disertai juga dengan proses mapping dan atributisasi dengan skoring dan pengkelasan sederhana.
o Analisis overlay dari tiap variabel untuk memperoleh pendukung keputusan penentuan tata ruang final.
o Analisis map query, untuk melakukan pencarian pemanfaatan ruang yang sesuai melalui sistem yang telah dirancang.
Validasi model dengan membandingkan antara pemanfaatan ruang hasil dari aplikasi model, dengan rencana tata ruang yang ada.
Perumusan rekomendasi dari temuan studi.
1.3.3 Manfaat Studi
1. Manfaat Bagi Ilmu Perencanaan Wilayah dan Kota
Manfaat studi yang dalam ilmu perencanaan wilayah dan kota adalah pada pemanfaatan aplikasi dari SIG sebagai SPK dalam mendukung perencanaan tata ruang. Hal ini terkait dengan beberapa produk SPK yang hanya untuk memberikan solusi pada kegiatan yang lebih bersifat ekonomi dan kegiatan perbankan dengan hasil akhir berupa manajemen produk ataupun keuangan
7
dalam sebuah perusahaan. Dengan studi ini maka akan diperoleh gambaran bahwa sistem pengambilan keputusan juga dapat di diaplikasikan dari perangkat lunak SIG yang dapat melakukan analisis spasial sehingga dapat membantu dalam perencanaan tata ruang.
2. Manfaat Praktis
Secara praktis tentunya studi ini sangat bermanfaaat terutama bagi stakeholder terkait dengan pengelolaan dan pemanfaatan ruang wilayah pesisir antara lain;
a. Bagi pemerintah sebagai perencana dan pengambil kebijakan :
- Hasil dari model dapat di jadikan pertimbangan pengambilan kebijakan karena bersifat konkrit melalui visualisasi yang cukup mudah dimengerti.
- Dapat melakukan evaluasi pemanfaatan ruang secara terstruktur dengan mengkaji keterkaitan variabel dan pengaruhnya terhadap pemanfaatan ruang.
b. Bagi Masyarakat:
- Membantu masyarakat dalam memahami tentang kesesuaian pemanfaatan lahan karena visualisasi dari model ini lebih interaktif dan informatif.
- Memberikan kemudahan mendapatkan informasi mengenai penataan ruang bagi masyarakat awam.
1.4 Ruang Lingkup
1.4.1 Ruang Lingkup Wilayah
Ruang lingkup wilayah pada penelitian ini yaitu wilayah pesisir Kota Semarang, meliputi tujuh belas kelurahan dari enam kecamatan yaitu Kecamatan Tugu, Semarang Barat, Semarang Utara, Gayamsari, Semarang Timur, Genuk. Selanjutnya wilayah studi dapat dilihat pada Gambar 1.2.
1.4. 2 Ruang Lingkup Substansi
Ruang lingkup penelitian ini tertuju pada perumusan model pengambilan keputusan penentuan kesesuaian pemanfaatan ruang wilayah pesisir dengan SIG. Hasil akhir yang diharapkan adalah model system perangkat lunak yang dapat berfungsi sebagai sistem pendukung keputusan dalam memberikan alokasi ruang yang sesuai untuk aktivitas pemanfaatan ruang yang mengalami konflik pemanfaatan ruang, karena terjadi beberapa penyimpangan pemanfaatan ruang yaitu antara pemukiman, industri, pertanian, tambak, dan konservasi.
8
8
Sumber: UDMIS Kota Semarang 2001
Gambar 1.2
Peta Administrasi Wilayah Pesisir Kota Semarang
41
1.5 Keaslian Penelitian
Dalam penelitian ini ide dan proses pemikiran tidak lepas dari penelitian sebelumnya sebagai acuan ataupun perbandingan. Pada penelitian sebelumnya terdapat materi yang hampir sama dengan penelitian ini. Perbedaan yang ada terletak dari fungsi model dan tujuan model yang dibuat. Terkait dengan objek yang dikaji model ini diterapkan untuk dapat merepresentasikan penentuan kesesuaian pemanfaatan ruang pesisir. Untuk lebih jelas dapt dilihat perbandingan penelitian terdahulu pada Tabel I.1
TABEL I.1
PERBANDINGAN PENELITIAN TERDAHULU
Peneliti
Judul Penelitian dan Lokasi
Tahun
Tujuan Penelitian
Metodologi / Alat Analisis
Hasil Studi
Probo Rahardianto
Evaluasi Pelayanan dan Penentuan Lokasi Optimum Stasiun Ambulance dengan SIG, Kota Semarang
2005
Membuat Model jaringan jalan guna penempataan lokasi stasiun ambulan yang dapat merespon kecelakaan dalam waktu 8 menit
Metode analisis Permodelan jaringan jalan, rute terpendek, dan kesesuaian lokasi dengan Analisis overlay GIS
Penambahan stasiun ambulan pada beberapa titik rawan kecelakaan, serta pada beberapa wilayah pinggiran kota Semarang
Eniro Athiyyah
Model Penentuan Lokasi Permukiman Pinggiran dengan SIG; Kecamatan Tembalang
1999
Menentukan Lokasi Permukiman pada daerah pinggiran Kota Semarang berdasarkan preferensi konsumen, pengembang, dan kebijakan.
Metode analisis permodelan dengan Kesesuaian spasial overlay dan map distance, dengan pendekatan kuantitatif
Lokasi-lokasi yang sesuai untuk pengembangan permukiman di kawasan pinggiran Kota Semarang.
Sumber: Penulis 2007
42
1.6 Posisi Penelitian dalam Perencanaan Wilayah dan Kota
Ilmu perencanaan wilayah dan kota merupakan ilmu yang terkait dengan perencanan wilayah, perancangan kota, dan pengendalian pemanfaatan ruang. Terkait dengan tiga hal tersebut dilakukanlah penelitian terhadap pengendalian pemanfaatan ruang dengan objek studi ruang wilayah pesisir. Konteks yang diambil terbatas hanya pada proses menciptakan sebuah model penentuan kesesuaian pemanfaatan ruang berbasis sistem informasi geografis yang dapat dijadikan acuan dalam pengambilan keputusan dalam pengendalian pemanfaatan ruang. Karena kebijakan yang selama ini diambil masih bersifat parsial dan menimbulkan banyak penyimpangan dalam pemanfaatan ruang yang mengakibatkan konflik pemanfaatan ruang, serta menimbulkan banyak dampak terutama dari segi kerusakan fisik dan keberlanjutan lingkungan sekitarnya. Berikut posisi penelitian dalam lingkup perencanaan wilayah dan kota (Gambar 1.3).
Sumber: Penulis 2007
Perencanaan Wilayah
Perancangan Kota
Pengendalian Pemanfaatan Ruang
Wilayah Pesisir Sbg Obj,Studi
Penyusunan Model Pendukung Keputusan Berbasis SIG
Rekomendasi Pemanfaatan ruang
Rumusan Kebijakan Penanganan Konflik Pemanfataan Ruang
Ilmu Perencanaan Wilayah dan kota
Gambar 1.3
Posisi Penelitian Dalam Lingkup Perencanaan Wilayah Dan Kota
43
1.7 Kerangka Pikir
Latar Belakang & Permasalahan
Teori Pendukung
Analisis
Keluaran
BAB I
BAB II
BAB III
BAB IV
BAB V
Sumber: Penulis 2007
Gambar 1.4
• Kebijakan yang tidak jelas.
• Merambahnya Pembangunan Ke Pesisir
• Demand lahan ≠ supply lahan..
• Penyimpangan Pemanfaatan ruang.
• Dibutuhkan pendukung keputusan dalam perumusan pengaturan tata ruang pesisir.
Perlunya Pengaturan pemanfaatan ruang yang lebih operasional dengan rmodel SIG
• Teori Permodelan.
• Teori Proses Penentuan Pemanfaatan ruang.
• Teori Kesesuaian Pemanfaatan Ruang
• Teori Penataan Ruang Wilayah Pesisir.
• Kajian SIG dalam konteks penataan spasial
• Kajian Operasional SIG sebagai SPK.
Kesesuian model terhadap wilayah studi terpilih
Tinjauan Umum Wilayah Studi
Tinjauan Kebijakan Penataan Ruang Wilayah Studi
Tinjauan Karakteristik Pemanfaatan ruang wilayah studi
Aplikasi Model Terhadap Wilayah Studi
Data Input
• Analisis Karakteristik.
• Analisis Kriteria..
• Analisis demand & supply ruang.
Data-data normatif, standar, Skoring dan reclass
Perbandingan Hasil Model dengan Rencana Tata Ruang
Penilaian Model terhadap kesesuaian penataan ruang
Rekomendasi pemanfaatan ruang wilayah pesisir
Pembentukan
Model
Kerangka Pikir Studi
44
1. 8 Metode Penelitian
1.8.1 Pendekatan Penelitian
Penelitian ini menggunakan konsep pendekatan permodelan. Pendekatan permodelan merupakan penanganan masalah perencanaan dengan merepresentasikan kondisi sebenarnya, atau dengan kata lain model merupakan representasi dari suatu sistem nyata, atau juga disebut penyederhanaan dari gambaran sistem yang nyata. Adapun sistem nyata, merupakan sistem yang sedang berlangsung dalam kehidupan atau sistem yang dijadikan titik perhatian permasalahan (Ramdhani dan Suryadi, 1998: 82).
Jadi dalam penelitian ini, untuk dapat mengatasi permasalahan dalam penyimpangan pemanfaatan ruang yang ada dilakukan penyederhanaan suatu kegiatan penentuan kesesuaian pemanfaatan ruang wilayah pesisir. Penyederhanaan tersebut dibentuk dalam sebuah model yang berfungsi sebagai pendukung dalam pengambilan keputusan penentuan pemanfaatan ruang dengan Sistem Informasi Geografis. Sehingga melalui pengembangan model tersebut, akan diperoleh gambaran pemanfaatan ruang yang memperhatikan kesesuaian lahannya dan dapat dijadikan sebagai pendukung keputusan perumusan kebijakan tata ruang wilayah pesisir.
1.8.2 Variabel Penelitian
Penelitian mengenai model penentuan pemanfaatan ruang wilayah pesisir ini menggunakan empat variabel baik dalam proses analisis ataupun pada proses permodelan. Adapun variabel utama yang dikaji tersebut antara lain,
Karakteristik biogeofisik wilayah pesisir,
Kelas kesesuaian pembangunan wilayah pesisir.
Kriteria untuk masing-masing aktivitas pembangunan,
Peruntukan wilayah pesisir dalam rencana
Karakteristik biogeofisik adalah segala sesuatu tentang kondisi fisik pesisir antara lain menyangkut prasyarat pembangunan wilayah pesisir. Karakteristik ini meliputi keadaan topografi, jenis tanah, curah hujan, kedalaman efektif tanah, dsb. Sedangkan untuk menentukan aktivitas pembangunan yang tepat untuk wilayah pesisir dilihatlah kriteria untuk masing-masing aktivitas pembangunan seperti industri, pertanian, pemukiman, tambak, dan konservasi.
1.8.3 Alat Analisis
Alat analisis yang digunakan untuk menunjang metode dalam penelitian ini adalah analisis overlay. Overlay adalah proses tumpang susun peta yang memuat beberapa informasi serta variabel terkait dengan pemanfaatan ruang (Dahuri, 2001: 164). Dengan proses overlay menggunakan SIG ini akan diperoleh kesesuaian pemanfaatan ruang dengan skor tertentu. Hal tersebut akan mempermudah pencarian ruang dengan sistem map query yaitu hanya dengan
45
memasukan kriteria yang diinginkan untuk suatu jenis pemanfaatan ruang, maka secara otomatis ruang yang diinginkan akan ditandai oleh perangkat lunak SIG tersebut melalui visualisasi peta..
Untuk model overlay peta pada penelitian ini, keakuratan dan pola data yang digunakan diukur dengan menggunakan teknik skoring sederhana dengan ketentuan skor diperoleh dari penelitian sebelumnya.
Topografi
Gunatanah
Utiliti
Jenis Tanah
Jalanraya
Daerah
Lot tanah
Sumber : Malaysia GIS, 2000
Gambar 1.5
Analisis Spasial “Overlay”SIG Dari 7 Layer Basis Data
1.8.4 Data Yang digunakan
Penelitian ini menggunakan data primer dan sekunder, adapun teknik pengumpulan dan penyajian masing-masing jenis data adalah sebagai berikut.
A. Pengumpulan Data Primer
Merupakan suatu proses pengambilan data secara langsung di lapangan untuk mengetahui fakta atau kondisi aktual di wilayah studi. Survei data primer tersebut dilakukan dengan :
Observasi
Berupa pengamatan yang langsung dilakukan di wilayah studi. Pengamatan tersebut dilakukan untuk mengetahui fenomena visual yang ada, meliputi pemanfaatan ruang wilayah pesisir, aktivitas penduduknya, serta penyimpangan pemanfaatan ruang yang terjadi.
Foto
Model visual berupa foto ini diperlukan untuk memperkuat fakta yang ada mengenai karakteristik Wilayah Pesisir Kota Semarang.
Sketsa kawasan/peta
Sketsa kawasan diperlukan untuk menggambarkan Kesesuaian pemanfaatan ruang dan menunjukkan adanya penyimpangan pemanfaatan ruang.
46
B. Pengumpulan Data Sekunder
Untuk data sekunder diperoleh melalui survei institusioanal dan studi pustaka.
Survei Institusional
Survei institusional dilakukan dengan mengadakan kunjungan untuk memperoleh data ke instansi yang berhubungan dengan data yang dibutuhkan, adapun instansi yang di tuju antara lain Bappeda (Kota dan Propinsi), Dinas Perikanan dan Kelautan, Ditjen Geologi dan Tata Lingkungan, BPN, Desperindag, BPS, Kantor Kecamatan, dan Kantor Kelurahan setempat.
Studi Literatur
Studi literatur atau studi pustaka yang dilakukan berkaitan dengan konsep permodelan penentuan pemanfaatan ruang dengan sistem informasi geografis, konsep analisis spasial sistem informasi geografis, dan konsep pengelolaan wilayah pesisir. Kajian dapat dilakukan melalui buku-buku terkait, jurnal, artikel-artikel ataupun penelusuran melalui internet, sehingga peneliti memperoleh materi pembahasan yang lebih luas.
1.9 Kelemahan Penelitian
Penelitian tugas akhir model penentuan kesesuaian pemanfaatan ruang wilayah pesisir ini terdapat kelemahan yaitu pada variabel yang digunakan serta jenis pemanfaatan ruang yang pencariannya difasilitasi oleh sistem. Dalam tugas akhir ini variabel yang digunakan adalah variabel yang ditelaah dari studi literatur dan penelitian yang ada sebelumnya mengenai karakteristik wilayah pesisir di Indonesia. Jadi apabila dalam perkembangannya terdapat variabel lain yang mempengaruhi penentuan pemanfaatan ruang wilayah pesisir ini maka akan dilakukan tinjauan ulang sebagai penyempurnaan dari model yang didesain.
Selanjutnya untuk jenis pemanfaatan ruang pada penelitian ini hanya melihat pemanfaatan ruang yang mengalami konflik, dari beberapa pemanfaatan ruang yang ada, seperti pemukiman, industri, tambak, konservasi, dan pertanian. Dalam pemanfaatan ruang tidak tertutup kemungkinan ada beberapa daerah yang memiliki fungsi khusus seperti pertahanan dan keamanan, wisata, militer, sehingga untuk wilayah studi yang memiliki pemanfaatan ruang yang sifatnya khusus dapat menjadi masukan bagi penyempurnaan model.
Dalam proses skoring, skor yang ada adalah skor yang dibangun dengan mengadopsi penelitian tentang kesesuaian yang sudah ada, namun belum dilakukan validasi secara mutlak. Walaupun demikian justifikasi yang ada tetap didasarkan pada pengaruh dari tiap variabel terhadap proses penentuan kesesuaian pemanfaatan ruang.
Model yang dikembangkan ini akan terbatas pada penentuan kesesuaian pemanfaatan ruang dari sisi kelayakan dan kesesuaian lahan. Model ini tidak mengakomodasikan kepentingan
47
politik, sosial dan budaya yang membutuhkan penanganan khusus dan dapat dikerjakan di luar sistem ini (oleh sistem lain).
1. 10 Sistematika Penulisan
Sistematika penyusunan Tugas Akhir model penentuan kesesuaian pemanfaatan ruang wilayah pesisir dengan sistem informasi geografis adalah sebagai berikut;
BAB I : PENDAHULUAN
Menguraikan Latar Belakang Studi, Perumusan Masalah, Tujuan dan Sasaran Studi, Ruang Lingkup, Keaslian Penelitian, Posisi dalam Ilmu PWK, Kerangka Pikir, Metode, Kelemahan Penelitian, dan sistematika Penyusunan dari studi Sistem Informasi Geografis (SIG) sebagai sistem pendukung keputusan (SPK) dalam penentuan pemanfaatan ruang wilayah pesisir.
BAB II : MODEL PENENTUAN KESESUAIAN PEMANFAATAN RUANG WILAYAH PESISIR DENGAN SIG DALAM PERSPEKTIF TEORI
Berisi kajian literatur tinjauan teoritis yang berisi bagaimana bentuk keterkaitan dan operasional dari model SIG sebagai SPK dalam penataan ruang wilayah pesisir.
.BAB III : TINJAUAN PEMANFAATAN RUANG WILAYAH PESISIR KOTA SEMARANG.
Berisi uraian singkat mengenai kondisi wilayah studi, karakteristik fisik, dan rencana tata ruang yang saat ini berlaku di wilayah studi.
BAB IV :ANALISIS MODEL PENENTUAN KESESUAIAN PEMANFAATAN RUANG WILAYAH PESISIR DENGAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS
Berisi uraian analisis permodelan mulai dari proses sampai hasil yang diperoleh dari permodelan yang dilakukan dalam penentuan pemanfaatan ruang wilayah pesisir dan perbandingan dari hasil permodelan dengan rencana tata ruang yang ada.
BAB V : PENUTUP
Berisi kesimpulan dan rekomendasi untuk penelitian selanjutnya yang berawal dari temuan studi yang telah dilakukan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar